Tuesday, January 11, 2011

PK - WAWASAN BIMBINGAN DAN KONSELING

WAWASAN BIMBINGAN DAN KONSELING
A. Pengertian Bimbingan dan Konseling (BK)
Bimbingan merupakan terjemahan dari guidance yang didalamnya terkandung beberapa makna. Sertzer & Stone (1966) menemukakan bahwa guidance berasal kata guide yang mempunyai arti to direct, pilot, manager, or steer (menunjukkan, menentukan, mengatur, atau mengemudikan). Sedangkan menurut W.S. Winkel (1981) mengemukakan bahwa guidance mempunyai hubungan dengan guiding: “ showing a way” (menunjukkan jalan), leading (memimpin), conducting (menuntun), giving instructions (memberikan petunjuk), regulating (mengatur), governing (mengarahkan) dan giving advice (memberikan nasehat).
Penggunaan istilah bimbingan seperti dikemukakan di atas tampaknya proses bimbingan lebih menekankan kepada peranan pihak pembimbing. Hal ini tentu saja tidak sesuai lagi dengan arah perkembangan dewasa ini, dimana pada saat ini klien lah yang justru dianggap lebih memiliki peranan penting dan aktif dalam proses pengambilan keputusan serta bertanggungjawab sepenuhnya terhadap keputusan yang diambilnya.
Untuk memahami lebih jauh tentang pengertian bimbingan, di bawah ini dikemukakan pendapat dari beberapa ahli :
a. Miller (I. Djumhur dan Moh. Surya, 1975) mengartikan bimbingan sebagai proses bantuan terhadap individu untuk mencapai pemahaman diri yang dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian diri secara maksimum di sekolah, keluarga dan masyarakat.
b. Peters dan Shertzer (Sofyan S. Willis, 2004) mendefiniskan bimbingan sebagai : the process of helping the individual to understand himself and his world so that he can utilize his potentialities.
c. United States Office of Education (Arifin, 2003) memberikan rumusan bimbingan sebagai kegiatan yang terorganisir untuk memberikan bantuan secara sistematis kepada peserta didik dalam membuat penyesuaian diri terhadap berbagai bentuk problema yang dihadapinya, misalnya problema kependidikan, jabatan, kesehatan, sosial dan pribadi. Dalam pelaksanaannya, bimbingan harus mengarahkan kegiatannya agar peserta didik mengetahui tentang diri pribadinya sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat.
d. Jones et.al. (Sofyan S. Willis, 2004) mengemukakan : “guidance is the help given by one person to another in making choice and adjusment and in solving problem.
e. Djumhur dan Moh. Surya, (1975) berpendapat bahwa bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan yang terus menerus dan sistematis kepada individu dalam memecahkan masalah yang dihadapinya, agar tercapai kemampuan untuk dapat memahami dirinya (self understanding), kemampuan untuk menerima dirinya (self acceptance), kemampuan untuk mengarahkan dirinya (self direction) dan kemampuan untuk merealisasikan dirinya (self realization) sesuai dengan potensi atau kemampuannya dalam mencapai penyesuaian diri dengan lingkungan, baik keluarga, sekolah dan masyarakat.
f. Dalam Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah dikemukakan bahwa “Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada peserta didik dalam rangka menemukan pribadi, mengenal lingkungan, dan merencanakan masa depan”.
g. Prayitno, dkk. (2003) mengemukakan bahwa bimbingan dan konseling adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara perorangan maupun kelompok agar mandiri dan berkembang secara optimal, dalam bimbingan pribadi, bimbingan sosial, bimbingan belajar, dan bimbingan karier, melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung, berdasarkan norma-norma yang berlaku.
Dari beberapa pendapat di atas, tampaknya para ahli masih beragam dalam memberikan pengertian bimbingan, kendati demikian kita dapat melihat adanya benang merah, bahwa : Bimbingan pada hakekatnya merupakan upaya untuk memberikan bantuan kepada individu atau peserta didik.. Bantuan dimaksud adalah bantuan yang bersifat psikologis. Tercapainya penyesuaian diri, perkembangan optimal dan kemandirian merupakan tujuan yang ingin dicapai dari bimbingan.
Dari pendapat Prayitno, dkk. yang memberikan pengertian bimbingan disatukan dengan konseling merupakan pengertian formal dan menggambarkan penyelenggaraan bimbingan dan konseling yang saat ini diterapkan dalam sistem pendidikan nasional.
Keberadaan layanan bimbingan dan konseling dalam sistem pendidikan di Indonesia dijalani melalui proses yang panjang, sejak kurang lebih 40 tahun yang lalu. Selama perjalanannya telah mengalami beberapa kali pergantian nama, semula disebut Bimbingan dan Penyuluhan (dalam Kurikulum 84 dan sebelumnya), kemudian sejak Kurikulum 1994 hingga sekarang berganti nama menjadi Bimbingan dan Konseling. Akhir-akhir ini para ahli mulai meluncurkan wacana sebutan Profesi Konseling, meski secara formal istilah ini belum digunakan.
B. Latar Belakang Perlunya Bk dalam Pendidikan
Perlunya Bimbingan dan Konseling di sekolah jika ditinjau secara mendalam, setidaknya ada tiga hal utama yang melatarbelangi perlunya bimbingan yakni tinjauan secara umum, sosio kultural dan aspek psikologis. Secara umum, latar belakang perlunya bimbingan berhubungan erat dengan pencapaian tujuan pendidikan nasional, yaitu: meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung jawab, mandiri, cerdas dan terampil serta sehat jasmani dan rohani. Untuk mewujudkan tujuan tersebut sudah barang tentu perlu mengintegrasikan seluruh komponen yang ada dalam pendidikan, salah satunya komponen bimbingan. Bila dicermati dari sudut sosio kultural, yang melatar belakangi perlunya proses bimbingan adalah adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat sehingga berdampak disetiap dimensi kehidupan. Hal tersebut semakin diperparah dengan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi, sementara laju lapangan pekerjaan relatif menetap. Menurut Tim MKDK IKIP Semarang (1990:5-9) ada lima hal yang melatarbelakangi perlunya layanan bimbingan di sekolah yakni:
a. masalah perkembangan individu,
b. masalah perbedaan individual,
c. masalah kebutuhan individu,
d. masalah penyesuaian diri dan kelainan tingkah laku,
e. masalah belajar.
Tujuan umum pelayanan bimbingan dan konseling pada dasarnya sejalan dengan tujuan pendidikan itu sendiri, karena bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari system pendidikan. Menilik pada undang-undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, tujuan pendidikan adalah terwujudnya manusia Indonesia seutuhnya yang cerdas, yang beriman dan tagwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yangmantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Sesuai dengan pengertian bimbingan dan konseling sebagai upaya membentuk perkembangan kepribadian siswa secara optimal, maka secara umum layanan bimbingan dan koseling di sekolah, harus dikaitkan dengan pengembangan sumber daya manusia. Upaya bimbingan dan konseling memungkinkan peserta didik mengenal dan menerima diri sendiri serta menganal dan menerima lingkungannya secara positif dan dinamis serta mampu mengambil keputusan, mengamalkan dan mewujudkan diri sendiri secara efektif dan produktif sesuai dengan peranan yang diinginkannya di masa depan. Secara lebih khusus, kawasan bimbingan dan konseling yang mencakup seluruh upaya tersebut meliputi bidang bimbingan pribadi, bimbingan social, bimbingan belajar dan bimbingan karier.

C. Tujuan BK
Tujuan layanan bimbingan ialah agar siswa dapat :
1) Merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karir serta kehidupan-nya di masa yang akan datang.
2) Mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimiliki peserta didik secara optimal.
3) Menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, lingkungan masyarakat serta lingkungan kerjanya.
4) Mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam studi, penyesuaian dengan lingkungan pendidikan, masyarakat, maupun lingkungan kerja.

Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, mereka harus mendapatkan kesempatan untuk :
1. Mengenal dan memahami potensi, kekuatan, dan tugas-tugas perkembangannya.
2. Mengenal dan memahami potensi atau peluang yang ada di lingkungannya,
3. Mengenal dan menentukan tujuan dan rencana hidupnya serta rencana pencapaian tujuan tersebut
4. Memahami dan mengatasi kesulitan-kesulitan sendiri.
5. Menggunakan kemampuannya untuk kepentingan dirinya, kepentingan lembaga tempat bekerja dan masyarakat.
6. Menyesuaikan diri dengan keadaan dan tuntutan dari lingkungannya.
7. Mengembangkan segala potensi dan kekuatan yang dimilikinya secara optimal.

D. Fungsi BK
1. Fungsi Pemahaman, yaitu fungsi bimbingan yang membantu peserta didik (siswa) agar memiliki pemahaman terhadap dirinya (potensinya) dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, dan norma agama). Berdasarkan pemahaman ini, siswa diharapkan mampu mengembangkan potensi dirinya secara optimal, dan menyesuaikan dirinya dengan lingkungan secara dinamis dan konstruktif.
2. Fungsi Preventif, yaitu fungsi yang berkaitan dengan upaya konselor untuk senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya, supaya tidak dialami oleh peserta didik. Melalui fungsi ini, konselor memberikan bimbingan kepada siswa tentang cara menghindarkan diri dari perbuatan atau kegiatan yang membahayakan dirinya. Adapun teknik yang dapat digunakan adalah layanan orientasi, informasi, dan bimbingan kelompok. Beberapa masalah yang perlu diinformasikan kepada para siswa dalam rangka mencegah terjadinya tingkah laku yang tidak diharapkan, diantaranya : bahayanya minuman keras, merokok, penyalahgunaan obat-obatan, drop out, dan pergaulan bebas (free sex).
3. Fungsi Pengembangan, yaitu fungsi bimbingan yang sifatnya lebih proaktif dari fungsi-fungsi lainnya. Konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, yang memfasilitasi perkembangan siswa. Konselor dan personel Sekolah/Madrasah lainnya secara sinergi sebagai teamwork berkolaborasi atau bekerjasama merencanakan dan melaksanakan program bimbingan secara sistematis dan berkesinambungan dalam upaya membantu siswa mencapai tugas-tugas perkembangannya. Teknik bimbingan yang dapat digunakan disini adalah layanan informasi, tutorial, diskusi kelompok atau curah pendapat (brain storming), home room, dan karyawisata.
4. Fungsi Perbaikan (Penyembuhan), yaitu fungsi bimbingan yang bersifat kuratif. Fungsi ini berkaitan erat dengan upaya pemberian bantuan kepada siswa yang telah mengalami masalah, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir. Teknik yang dapat digunakan adalah konseling, dan remedial teaching.
5. Fungsi Penyaluran, yaitu fungsi bimbingan dalam membantu siswa memilih kegiatan ekstrakurikuler, jurusan atau program studi, dan memantapkan penguasaan karir atau jabatan yang sesuai dengan minat, bakat, keahlian dan ciri-ciri kepribadian lainnya. Dalam melaksanakan fungsi ini, konselor perlu bekerja sama dengan pendidik lainnya di dalam maupun di luar lembaga pendidikan.
6. Fungsi Adaptasi, yaitu fungsi membantu para pelaksana pendidikan, kepala Sekolah/Madrasah dan staf, konselor, dan guru untuk menyesuaikan program pendidikan terhadap latar belakang pendidikan, minat, kemampuan, dan kebutuhan siswa (siswa). Dengan menggunakan informasi yang memadai mengenai siswa, pembimbing/konselor dapat membantu para guru dalam memperlakukan siswa secara tepat, baik dalam memilih dan menyusun materi Sekolah/Madrasah, memilih metode dan proses pembelajaran, maupun menyusun bahan pelajaran sesuai dengan kemampuan dan kecepatan siswa.
7. Fungsi Penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dalam membantu siswa (siswa) agar dapat menyesuaikan diri dengan diri dan lingkungannya secara dinamis dan konstruktif.

E. Prinsip-Prinsip BK
1. Prinsip berkenaan dengan sasaran layanan, mencakup:
 Bimbingan dan konseling melayani semua individu tanpa memandang umur, jenis kelamin, suku, aga, agama, dan status social ekonomi.
 Bimbingan dan konseling berurusan dengan pribadi dan tingkah laku yang unik dan dinamis.
 Bimbingan dan konseling memberikan perhatian utama pada perbedaan individual yang menjadi orientasi pokok pelayanan.
Prinsip bahwa bimbingan melayani semua individu, hendaknya dapat diimplementasikan secara konkrit di sekolah. Hal ini penting, karena semata-mata memfokuskan pada anak-anak bermasalah atau anak yang seringmelanggar peraturan, membaut kegiatan bimbingan mengabaikan siswa lain yang dalam beberapa hal justru perlu bantuan untuk memelihara dan pengembangan segenap potensi yang dimilikinya. Ungkapan bahwa anak yang pandai dapat mengurus dirinya sendiri dan tidak perlu bantuan, tentu bukanlah ungkapan seorang guru, dan sebenarnya bukan ungkapan yang pantas dikemukakan pada pendidik.penyelenggaraan bimbingan kelompok,terutama kelompok yang beragam (heterogen) merupakan langka kongrit untuk melayani semua individu.akan tetapi justru hal seperti yang masih jarang di lakukan di sekolah,terutama karena guru tidak memiliki cukup waktu untuk melakukannya.
Prinsip bahwa bimbingan berhubungan dengan pribadi dan prilaku yang unik dan dinamis, mengandung makna bahwa pelayanan bimbingan dan konseling hendaknya terfokus pada masalah pribadi dan prilaku individu dan bukan pada hal-hal lain.masalah-masalah lain,seperti masalah kesehatan atau keuangan hendaknya dipandang sebagai bahan pelengkap dalam upaya memberikan bantuan kepada individu,tetapi bukanlah fokus utamanya.kalaupun hal itu jadi penting,manakala keduanya mempengaruhi pribadi dan prilaku individu. Di samping itu, pribadi dan prilaku yang unik dan dinamis mengandung makna bahwa pelayanan bimbingan dan konseling antara individu yang satu dan yang lain tidaklah sama.sekalipun permasalahan yang dialami individu dalam beberapa hal memiliki kesamaan,akan hal itu ternyata dapat dihantarkan oleh berbagai hal yang berbeda,dan kondisi seperti itu tentu membawah konsekuensi pada strategi pemberian bantuan yang berbeda pula.Sebagai contoh,siswa yang sering membolos dapat disebabkan berbagai faktor yang berbeda, mulai tidak ada ongkos, membantu orang tua mencari nafka,rendahnya visi orang tua terhadap pendidikan , konflik dengan teman di sekolah, sampai konflik dengan guru tertentu. Strategi yang digunakan antara penyebab rendahnya visi orang tua terhadap pendidikan dengan adanya konflik siswa dengan guru tertentu sangat berbeda.
Prilaku yang dinamis, mengandung makna bahwa individu terus berkembang dan tidak statis. Oleh karena itu, masalah yang dirasakan saat ini mungkin tidak lagi dirasakan di saat mendatang. Analisis tentang startegi pemberian bantuan yang cocok bagi masalah individu saat ini belum tentu cocok jika diterapkan pada waktu yang akan datang. Hal ini mengandung konsekuensi bagi pelayanan bimbingan dan konseling harus dilakukan secepat data-data pendukung hadir.
Prinsip bahwa bimbingan memperhatikan tahap dan aspek perkembangan, mengandung makna bahwa pelayanan bimbingan dan konseling harus dilandasi oleh pemahaman yang benar tentang tahap dan aspek perkembangan individu yang dibimbing. Di samping itu, upaya pemberian bantuan yang dilakukan, juga harus sesuai dengan tahap dan aspek perkembangan individu, seklaipun menentukan kriteria tahap perkembangan itu pun bukanlah hal yang musah.
Sekalipun menentukan tahap dan aspek perkembangan bukan persoalan mudah, akan tetapi tentu ada rambu-rambu umum yang dapat dijadikan rujukan dalam memberikan pemberian bentuan. Apalagi jika dibawa dalam setting sekolah, maka kecendrungan tahap dan aspek perkembangan siswa relatif tidak terlalu jauh, misalnya perkembangan masa kanak-kanak.
2. Prinsip-prinsip perkembangan dengan permasalahan individu, yang mencakup:
 Bimbingan dan konseling berurusan dengan hal-hal yang menyangkut pengaruh kondisi mental/fisik individu terhadap penyesuaian dirinya di rumah, di sekolah, serta dalam kaitannya dengan kontak sosial dan pekerjaan dan sebaliknya pengaruh lingkungan terhadap kondisi mental dan fisik individu.
 Kesenjangan sosial, ekonomi, dan kebudayaan merupakan faktor timbulnya masalah pada individu yang kesemuanya menjadi perhatian utama pelayanan bimbingan dan konseling.
Prinsip diatas mengandung makna bahwa sumber masalah dapatberasal dari diri individu itu sneidri dan juga dari lingkungan, atau bahkan dari keduanya. Seorang siswa yang kurang memiliki rasa percaya diri, misalnya, akan sulit melakukan penyesuaian dengan teman-temannya, dan bahkan prestasi belajarnya menjadi terhambat karena banyak kekhawatiran terhadap apapun yang dilakukannya. Dalam konteks ini, guru seyogyanya dapat berperan untuk menumbuhkan rasa percaya diri siswa tersebut, dengan mengubah ketidakbermaknaan diri menjadi pribadi yang bermakna, atau mengubah posisi inferior menjadi superior. Beberapa hal yang bisa dilakukan misalnya dengan menumbuhkan kesadaran siswa yang bersangkutan tentang berbagai keunggulan yang dimiliki, melihat peran dan peluang yang dapat dimainkan siswa yang bersangkutan diantara teman-temannya, atau memberikan beberapa kegiatan yang secara cepat dapat terselesaikannya dengan baik.
Pengaruh lingkungan terhadap kondisi fisik dan mental individu, termasuk kesenjangan sosial dan ekonomi, merupakan prinsip lain yang harus dicermati guru berkenaan dengan permasalahan individu. Tidak sedikit, anak-anak yang dibesarkan oleh keluarga yang kondusif (bahagia) justru terjerumus pada hal-hal negatif karena pengaruh lingkungannya. Hal ini disebabkan karena kurangnya kemampuan siswa yang bersangkutan dalam memilih dan teman bergaul atau mamilih kegiatan yang bermanfaat dn tidak bermanfaat.salah satu upaya yang perlu dilakukan adalah dnegan mengefektifkan layanan pembelajaran, disamping layanan informasi dan bimbingan kelompok. Menggunakan layanan pembelajaran dalam mengatasi hal ini, sekaligus menyadarkan guru, bahwa layanan pembelajaran bukan hanya pembelajaran dari aspek akademik, akan tetapi dari aspek pribadi, sosial dan bahkan karier.
3. Prinsip berkenaan dengan program layanan, mencakup:
 Bimbingan dan konseling merupakan bagian integral, dari upaya pendidikan dan pengembangan individu. Oleh karena itu program bimbingan dan konseling harus diselaraskan dan dipadukan dengan program pendidikan sera pengembangan peserta didik.
 Program bimbingan dan konseling harus fleksibel disesuaikan dngena kebutuhan individu, masyarakat dan kondisi lembaga.
 Program bimbingan dan konseling disusun secara berkelanjutan dari jenjang pendidikan yang terendah sampai yang tertinggi.
 Terhadap isi dan pelaksanaan program bimbingan dan konseling perlu diadakan penilaian secara teratur dan terarah.
Meskipun secara konseptual sebuah program sangat menentukan berhasil tidaknya suatu kebiatan dilaksanakan, dalam pelaksanaannya beberapa guru sering mengabaikan kebradaan program bimbingan. Artinya aktifasi yang dilakukan sering kali tidak mengacu pada program yang disusunnya. Bahwa program kerja untuk satu tahun pelajaran sudah terpampang diruang tamu bimbingan dan konseling, beberapa diantaranya menjadikan hal itu sebagai sebuah keharusan administrasi, tanpa diimbangi dengan pemahaman dan pelaksanaannya.
Ada beberapa alasan yang membuat program yang disusun tidak dijadikan bahan acuan kegiatan, yaitu:
o Program yang disusun semata-mata dilatar belakangi oleh kepentingan administrasi, sehingga program itu yang penting ada, bahwa dalam pelaksanaannya tidak sesuai dengan program yang disusun, itu masalah lain.
o Program tidak disusun berdasarkan analisis ang cermat terhadap kebutuhan siswa, sehingga komitmen untuk melaksanakan program seperti yang sudah digariskan tidaklah terlalu tinggi, karena memang betul tentu dibutuhkan siswa.
o Program yang disusun kurang mempetimbangkan kondisi sekolah, termasuk personilnya, sehingga besarnya cakupan kegiatan dalam program itu tidak sebanding dengan jumlah dan kualifikasi guru yang ada. Apalagi jika tidak diimbangi dengan tersedianya sarana dan prasarana yang memadai, program yang disusun semakin sulit untuk dilaksanakan.
o Program yang disusun hanya sebatas pada program yang bersifat global (program tahunan) dan belum diterjemahkan pada program yang lebih rinci (program mingguan atau harian). Jika memungkinkan, penyusunan yang berorientasi dari bawah (Buttom Up) seyogyanya dikembangkan, sehingga tidak lagi terjadi guru mengalami kesulitan berkenaan dengan kegiatan yang herus dilakukannya pada hari itu.
o Kurangnya wawasan dan komitmen guru tentang prosesi yang ditekuni, baik karena latar belakang keilmuan maupun karena karakteristik peribadi. Kondisi seperti ini kadang-kadang membuat guru sulit melihat peranan bimbingan dan konseling dalam keseluruhan proses pendidikan, dan hal itu akan tampak kurangnya rasa percaya diri, baik dari ucapan maupun tindakannya.
o Kurangnya dilakukan evaluasi terhadap tingkat ketercapaian program bimbingan dan konseling, baik oleh guru itu sendiri, kepala sekolah, maupun pengawas. Beberapa evaluasi yang dilakukan sering kali hanya sebatas pada bukti-bukti fisik, berupa format, garafik, dan data statistik, dan tidak secara mendalam menyentuh pada aspek proses.
Dilihat dari dimensi fleksibilitas, program bimbingan dan konseling hendaknya dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi nyata dilapangan. Akan tetapi hal ini tidak berarti bahwa kegiatan bimbingan dilakuakn semaunya atau tidak terencana. Jika ini yang terjadi, maka posisi bimbingan hanya sebatas pelengkap yang keberartiannya tergantung situasi dan orang-orang memahami bukan sebagai sebuah system.
4. Prinsip bimbingan berkenaan dengan tujuan dan pelaksanaan bimbingan, mencakup:
 Bimbingan dan konseling harus diarahkan untuk mengembangkan individu yang akhirnya mampu membimbing dirinya sendiri dalam mengahdapi permasalahannya.
 Dalam proses bimbingan dan konseling keputusan yang diambil dan akan dilakuakan oleh individu hendaknya atas kemauan individu itu sendiri bukan karena kemauan atau desakan dari pembimbing atau pihak lain.
 Permasalahan individu harus ditangani oleh tenaga ahli dalam bidang yang relevan dengan permasalahan yang dihadapi.
 Kerjasama antara guru, guru-guru lain, dan orang tua amat menentukan hasil pelayanan bimbingan.
 Pengembangan program pelayanan bimbingan dan konseling melalui pemanfaatan yang maksimal dari hasil pengukuran dan penilaian terhadap individu yang terlibat dalam proses pelayanan dan programbimbingan dan konseling itu sendiri.
Prinsip bahwa keputusan yang diambil dan atas kemauan individu memang harus dipegang teguh oleh guru, sekalipun dalam pelaksanaanna beberapa guru banyak yang mengambil jalan pintas. Khusus di sekolah dasar proses pengambilan keputusan mungkin tidak dapat dilakukan sendiri oleh seorang siswa yang bersangkutan, apalagi dikelas bawah. Oleh karena keterlibatan orang tua/wali dalam pelayanan bimbingan dan koseling menjadi sangat besar. Program pengembangan yang ditujukan untuk siswa, akan lebih efektif jika dikomunikasikan dan dibawa bersama orang tua/wali. Sekalipun melibatkan orang tua, tahap-tahap pelaksanaan konseling tetap harus dijaga, seperti pada tahap awal konseling yang dimulai dengan membangun hubungan yang akrab (rapport) tahap penjelajahan masalah (eksploration), maupun tahap pengakhiran (Clossing).
Untuk dapat melaksanakan secara optimal, pelayanan bimbingan dan konseling memang harus dilaksanakan oleh tenaga ahli dalam bidang yang relevan. Tenaga ahli yang dimaksud adalah mereka yang secara formal dibentuk untuk memangku jabatan ini dan juga mememnuhi kompetensi standart yang disyaratkan oleh organisasi bersama pemerintah. Sementara itu bagi guru sekolah dasar, peran yang dimainkan dalam melaksanakan pelayanan bimbingan dan konseling dapat dilakukan sebatas kewenangan dan kemampuan yang dimilikinya. Pada saat guru berhadapan dengan masalah yang menurut pertimbangannya sudah berada diluar kewenangan atau kemampuannya, maka masalah tersebut atas persetujuan anak dan orang tua dapat dialihtangankan kepad pihak-pihak yang dipandang memiliki kewenangan dan kemampuan yang relevan. Misalnya, jika anak memiliki masalah yang terkait dengan kesehatan, maka guru dapat mengalihtangankan ke dokter, puskesmas atau rumah sakit.
Penggunaan instrument beserta hasil-hasilnya dalam pengembangan program bimbingan dan konseling seyogyanya memang dilakukan, dalam pelaksanaannya, penggunaan instrument itu sendiri sangatlah beragam antar sekolah. Ada sekolah yang sudah sangat lengkap dan sistematis dalam memanfaatkan hasil-hasil instrument, sebaliknya bebebrapa sekilah justru sangat minim dengan dukungan data-data dalam melaksanakan program bimbingan. Sebagai contoh, penggunaan angket siswa dan orang tua. Beberapa sekolah ada yang memiliki instrument angket siswa dan orang tua yang lengkap, sementara sekolah yang lain, hanya sebatas engungkap identitas pribadi.

F. Asas-Asas BK
Keterlaksanaan dan keberhasilan pelayanan bimbingan dan konseling sangat ditentukan oleh diwujudkannya asas-asas berikut.
1. Asas Kerahasiaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menuntut dirahasiakanya segenap data dan keterangan tentang peserta didik (konseli) yang menjadi sasaran layanan, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui oleh orang lain. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban penuh memelihara dan menjaga semua data dan keterangan itu sehingga kerahasiaanya benar-benar terjamin.
2. Asas kesukarelaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan peserta didik (konseli) mengikuti/menjalani layanan/kegiatan yang diperlukan baginya. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban membina dan mengembangkan kesukarelaan tersebut.
3. Asas keterbukaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar peserta didik (konseli) yang menjadi sasaran layanan/kegiatan bersifat terbuka dan tidak berpura-pura, baik di dalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi dari luar yang berguna bagi pengembangan dirinya. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban mengembangkan keterbukaan peserta didik (konseli). Keterbukaan ini amat terkait pada terselenggaranya asas kerahasiaan dan adanya kesukarelaan pada diri peserta didik yang menjadi sasaran layanan/kegiatan. Agar peserta didik dapat terbuka, guru pembimbing terlebih dahuu harus bersikap terbuka dan tidak berpura-pura.
4. Asas kegiatan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar peserta didik (konseli) yang menjadi sasaran layanan berpartisipasi secara aktif di dalam penyelenggaraan layanan/kegiatan bimbingan. Dalam hal ini guru pembimbing perlu mendorong peserta didik untuk aktif dalam setiap layanan/kegiatan bimbingan dan konseling yang diperuntukan baginya.
5. Asas kemandirian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menunjuk pada tujuan umum bimbingan dan konseling, yakni: peserta didik (konseli) sebagai sasaran layanan bimbingan dan konseling diharapkan menjadi siswa-siswa yang mandiri dengan ciri-ciri mengenal dan menerima diri sendiri dan lingkungannya, mampu mengambil keputusan, mengarahkan serta mewujudkan diri sendiri. Guru pembimbing hendaknya mampu mengarahkan segenap layanan bimbingan dan konseling yang diselenggarakannya bagi berkembangnya kemandirian peserta didik.
6. Asas Kekinian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar objek sasaran layanan bimbingan dan konseling ialah permasalahan peserta didik (konseli) dalam kondisinya sekarang. Layanan yang berkenaan dengan “masa depan atau kondisi masa lampau pun” dilihat dampak dan/atau kaitannya dengan kondisi yang ada dan apa yang diperbuat sekarang.
7. Asas Kedinamisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar isi layanan terhadap sasaran layanan (konseli) yang sama kehendaknya selalu bergerak maju, tidak monoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu.
8. Asas Keterpaduan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar berbagai layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru pembimbing maupun pihak lain, saling menunjang, harmonis, dan terpadu. Untuk ini kerja sama antara guru pembimbing dan pihak-pihak yang berperan dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling perlu terus dikembangkan. Koordinasi segenap layanan/kegiatan bimbingan dan konseling itu harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
9. Asas Keharmonisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar segenap layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada dan tidak boleh bertentangan dengan nilai dan norma yang ada, yaitu nilai dan norma agama, hukum dan peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan kebiasaan yang berlaku. Bukanlah layanan atau kegiatan bimbingan dan konseling yang dapat dipertanggungjawabkan apabila isi dan pelaksanaannya tidak berdasarkan nilai dan norma yang dimaksudkan itu. Lebih jauh, layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling justru harus dapat meningkatkan kemampuan peserta didik (konseli) memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai dan norma tersebut.
10. Asas Keahlian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah profesional. Dalam hal ini, para pelaksana layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling hendaklah tenaga yang benar-benar ahli dalam bidang bimbingan dan konseling. Keprofesionalan guru pembimbing harus terwujud baik dalam penyelenggaraan jenis-jenis layanan dan kegiatan dan konseling maupun dalam penegakan kode etik bimbingan dan konseling.
11. Asas Alih Tangan Kasus, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan peserta didik (konseli) mengalihtangankan permasalahan itu kepada pihak yang lebih ahli. Guru pembimbing dapat menerima alih tangan kasus dari orang tua, guru-guru lain, atau ahli lain ; dan demikian pula guru pembimbing dapat mengalihtangankan kasus kepada guru mata pelajaran/praktik dan lain-lain.

G. Kode Etik BK
Kode etik adalah pola ketentuan / aturan / tata cra yang menjadi pedoman menjalani tugas dan aktivitas suatu profesi. Di samping rumusan kode etik bimbingan dan konseling yang dirumusakan oleh ikatan petugas bimbingan Indonesia, yaitu:
1) Pembimbing menghormati harkat klien.
2) Pembimbing menempatkan kepentingan klien diatas kepentingan pribadi.
3) Pembimbing tidak membedakan klien.
4) Pembimbing dapat menguasai dirinya, dalam arti kata kekurangan-kekurangannya dan perasangka-prasangka pada dirinya.
5) Pembimbing mempunyai sifat renda hati sederhana dan sabar.
6) Pembimbing terbuka terhadap saran yang diberikan pada klien.
7) Pembimbing memiliki sifat tanggung jawab terhadab lembaga ataupun orang yang dilayani.
8) Pembimbing mengusahakan mutu kerjanya sebaik ungkin.
9) Pembimbing mengetahui pengetahuan dasar yang memadai tentang tingkah laku orang , serta tehnik dan prosedur layanan bimbingan guna memberikan layanan sebaik-baiknya.
10) Seluruh catatan tentang klien bersifat rahasia.
11) Suatu tes hanya boleh diberikan kepada petugas yang berwenang menggunakan dan menafsirkan hasilnya.

Beberapa rumusan kode etik bimbingan dan konseling adalah sebagai berikut:

1) Pembimbing yang memegang jabatan harus memegang teguh prinsip-prinsip bimbingan dan kinseling.
2) Pembimbing harus berusaha semaksimal mungkin untuk mencapai hasil yang baik.
3) Pekerjaan pembimbing harus harus berkaitan dengan kehidupan pribadi seseorang maka seorang pembimbing harus:
• Dapat menyimpan rahasia klien
• Menunjukkan penghargaan yang sama pada berbagai macam klien.
• Pembimbing tidak diperkjenan menggunakan tena pembantu yang tidak ahli.
• Menunjukkan sikap hormat kepada klien
• Meminta bantuan alhi diluar kemampuan stafnya.








DAFTAR PUSTAKA
http://oc.upi.edu/index.php?option=com_content&view=article&id=120:bimbingan-dan-konseling&catid=65:ilmu-pendidikan&Itemid=114
http://liazuki.blogspot.com/2008/09/latar-belakang-perlunya-bk-di-sekolah.html
http://www.a741k.web44.net/BIMBINGAN%20DAN%20KONSELING.htm
http://id.shvoong.com/books/guidance-self-improvement/1968030-kode-etik-bimbingan-dan-konseling/
http://sobatbaru.blogspot.com/2009/01/pengertian-bimbingan-dan-konseling.html
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/03/12/paradigma-baru-bimbingan-dan-konseling/

No comments:

Post a Comment